Minggu, 18 Agustus 2013

fabel dalam bahasa inggris

A greedy dog story

      A greedy dog stole a large piece of tender meat from a butcher’s shop. He grasped the meat tightly between his teeth and ran home with it.
       On the way home, he came to a small bridge over a stream. As he was crossing the bridge, he looked down and saw his own reflection in the water below; he thought it was another dog that he saw.
        In this other dog’s mouth he saw another large piece of meat.
“If I can get the meat from that other dog, I will have two pieces instead of one,” thought the greedy dog.

       So, he bent down to get the meat and, as he opened his jaws, the meat fell out and was quickly lost in the water. So, in the end, the dog had nothing. He had been punished by his greed.


The two ducks and the fox



One day, two ducks walked along the road to go to the lake for their swim. In the middle of the road, they met Mr. Fox. He sat under the tree.

“Hello, sister. Where are you going?” asked Mr. Fox.

“Good Morning, Mr. Fox. We are going to lake over there. We want to swim. Would you like to join us?” asked the ducks.

“No, thanks. Do you both come along here every day?” asked Mr. Fox.
“Yes, we always walk here every morning,” said the ducks.
“Delicio….. I..I.. mean nice to see you both,” said Mr. Fox.
The next day, the first duck said, “Are we going to swim today? I bet that Mr. Fox is waiting for us and he has a bad plan.”

“I know. I have a plan for him, too,” said the second duck.
On their way they met Mr. Fox again.
“Hello, sisters. Going to swim again?” asked Mr. Fox.

“Yes, we are. Why don’t you take us to the lake and protect us from bad animals?” said the second duck.

“Of course. It’s my pleasure,” replied Mr. Fox.
“This is an easy way to have a free lunch. I have a big bag with  me now,” though Mr. fox.
Three of them walked to the lake and sang some songs.
“When I say run, let’s run fast together,” said the second duck, “Run!!!”

They ran so fast and jumped into the lake. Mr. fox jumped upon them, but he forgot that he could not swim. So, Mr. fox drowned in the lake. He failed to get his free lunch.

THE LONELY LANDY

One day, there was a porcupine named landy. He was lonely. No one wanted to play with him, because they afraid of his spikes.
“dear landy, we don’t want to play with you because your spikes are too sharp. We don’t want you to hurt us,” said cici the rabbit one day.
“cici is right, landy, it is not because you’re bad or rude to us, no, landy, just because of your spikes. They will stab us if we are close to you.” Said tito the rooster.
Landy felt lonely. Landy spent most of the time day dreaming at the river bank. “I would be happy if there were no spikes on my body.”
Suddenly, kuku the turtle appeared from the river. He came to landy and said, “landy, what are you thinking of?”
“oh, nothing.” Landy replied.
“don’t lie to me, landy! Who knows I can help you.” Said kuku  wisely. Then he sat beside landy. He wasn’t afraid of landy’s spikes.
Shortly, landy told his problem. Kuku nodded his head. He said. “poor you, but it isn’t your fault. I know your spikes are very usefull and helpful for you. They will realize it someday, trust me!”
Thanks, kuku, you are my best friend.”
One day, koko the frog held his birthday party. He invited all his friends, including landy. But he decided not to com. He didn’t want to mess up the party.
“I’ll come with you landy. I’ll tell everyone that you’re harmless.” Said kuku, finally landy attended the party. Everyone enjoyed it.
Suddenly tito screamed, “help…help…! The evil wolf is coming. Save yourself!” then, everyone saved their lives, except kuku and landy. Kuku pulled his head and his leg into his shell. And landy rolled his body into a ball.
Unintentionally, the evil wolf touched landy. Of course, the spikes pricked him. He screamed. “ouch!” since his foot was bleeding, he didn’t chase landy’s friend any longer. Then, he ran away.
“horray… horray…! Long live landy! He saved our lives.” Said cici and her friends. They thanked him from then on. Landy wasn’t lonely anymore.
The end

The Fable of Birds and Tortoise

          Once upon a time, there was a big feast in the sky, all the birds were invited to a feast by the people of the sky. Tortoise was very clever and very hungry and as soon as it heard about the great feast, it began to plan how it would travel to the sky.
          Tortoise went to the birds home and asked if it could go with them. The birds agreed and they each give it a feather, with which it made a pair of wings for the Tortoise.

          The great day came, and Tortoise and the birds set off on their journey to the sky.

          Finally, the birds and Tortoise arrived at the party. The people of the sky invited the birds to eat the delicious food they had prepared, but then Tortoise asked, “For whom have you prepared this feast?”

          “for you, because you are special animals,” replied the people on the sky.

          Tortoise turned in the birds and said, “Remember i am is the most special animal, cause i am the only on Tortoise who can fly. You will eat after me.”

          The birds waited angrily as Tortoise ate and drank most of the feast. Then they came forward to eat, but a few of them were too angry to eat. Before flying home, each bird took back the feather it had lent Tortoise unnoticely. So, there Tortoise stood full of food and drink, but without any wings to fly home.

          When the feast is over, birds and Tortoise jumped back go home, but the tortoise was surprised because he lost his wings. So, the Tortoise fell and fell and fell and landed with a great crash on the ground. It wasn’t hurt but its shell broke into pieces. fortunately, there was a good doctor in the neighbourhood. Tortoise’s wife sent for him and he collected all the bits of Tortoise’s shell and stuck them together. That is why, Tortoise’s shell is not smooth

Kamis, 15 Agustus 2013

tari berpasangan dan tari kelompok

Tari Berpasangan
  1. Tari Banjar Bagandut

Jenis tari tradisional berpasangan yang di masa lampau merupakan tari yang menonjolkan erotisme penarinya mirip dengan tari tayub di Jawa dan ronggeng di Sumatera. Gandut artinya tledek (Jawa).
Tari Gandut ini pada mulanya hanya dimainkan di lingkungan istana kerajaan, baru pada kurang lebih tahun 1860-an tari ini berkembang ke pelosok kerajaan dan menjadi jenis kesenian yang disukai oleh golongan rakyat biasa. Tari ini dimainkan setiap ada keramaian, misalnya acara malam perkawinan, hajad, pengumpulan dana kampung dan sebagainya.
Gandut merupakan profesi yang unik dalam masyarakat dan tidak sembarangan wanita mampu menjadi Gandut. Selain syarat harus cantik dan pandai menari, seorang Gandut juga wajib menguasai seni bela diri dan mantera-mantera tertentu. Ilmu tambahan ini sangat penting untuk melindungi dirinya sendiri dari tangan-tangan usil penonton yang tidak sedikit ingin memikatnya memakai ilmu hitam. Dahulu banyak Gandut yang diperistri oleh para bangsawan dan pejabat pemerintahan, disamping paras cantik mereka juga diyakini memiliki ilmu pemikat hati penonton yang dikehendakinya. Nyai Ratu Komalasari, permaisuri Sultan Adam adalah bekas seorang penari Gandut yang terkenal.
Pada masa kejayaannya, arena tari Gandut sering pula menjadi arena persaingan adu gengsi para lelaki yang ikut menari. Persaingan ini bisa dilihat melalui cara para lelaki tersebut mempertontonkan keahlian menari dan besarnya jumlah uang yang diserahkan kepada para Gandut.
Tari Gandut sebagai hiburan terus berkembang di wilayah pertanian di seluruh Kerajaan Banjar, dengan pusatnya di daerah Pandahan, Kecamatan Tapin Tengah, Kabupaten Tapin.
Tari Gandut sejak tahun 1960-an sudah tidak berkembang lagi. Faktor agama Islam merupakan penyebab utama hilangnya jenis kesenian ini ditambah lagi dengan gempuran jenis kesenian modern lainnya. Sekarang Gandut masih bisa dimainkan tetapi tidak lagi sebagai tarian aslinya hanya sebagai pengingat dalam pelestarian kesenian tradisional Banjar
  1. Tari Jaipong

Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus Keser Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Awal kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, yang isu sentralnya adalah gerakan yang erotis dan vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI stasiun pusat Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak swasta dan pemerintah.
Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya "kaleran" (utara).
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu; 2) Kembang Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang sinden tapi tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).
Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun 1980-1990-an, di mana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan, dan Tari Kawung Anten. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata, dan Asep.
Dewasa ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari Jaipongan. Tari Jaipongan banyak memengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong menjadi kesenian Pong-Dut.
  1. Tari Cokek

Tari Cokek merupakan tarian yang berasal dari budaya Betawi tempo dulu. Dewasa ini orkes gambang kromong biasa digunakan untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru, pertunjukan kreasi baru, seperti tari Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, disamping sebagai pengiring tari pergaulan yang disebut tari cokek. Tari cokek ditarikan berpasangan antara laki-laki dan perempuan. Tarian khas Tangerang ini diwarnai budaya etnik China. Penarinya mengenakan kebaya yang disebut cokek. Tarian cokek mirip sintren dari Cirebon atau sejenis ronggeng di Jawa Tengah. Tarian ini kerap identik dengan keerotisan penarinya, yang dianggap tabu oleh sebagian masyarakat.
Sebagai pembukaan pada tari cokek ialah wawayangan. Penari cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju mundur mengikuti irama gambang kromong. Rentangan tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki.
Setelah itu mereka mengajak tamu untuk menari bersama,dengan mengalungkan selendang. pertama-tama kepada tamu yang dianggap paling terhormat. Bila yang diserahi selendang itu bersedia ikut menari maka mulailah mereka ngibing, menari berpasang-pasangan. Tiap pasang berhadapan pada jarak yang dekat tetapi tidak saling bersentuhan. Ada kalanya pula pasangan-pasangan itu saling membelakangi. Kalau tempatnya cukup leluasa biasa pula ada gerakan memutar dalam lingkaran yang cukup luas. Pakaian penari cokek biasanya terdiri atas baju kurung dan celana panjang dari bahan semacam sutera berwarna.
Ada yang berwarna merah menyala, hijau, ungu, kuning dan sebagainya, polos dan menyolok. Di ujung sebelah bawah celana biasa diberi hiasan dengan kain berwarna yang serasi. Selembar selendang panjang terikat pada pinggang dengan kedua ujungnya terurai ke bawah Rambutnya tersisir rapih licin ke belakang. Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan yang bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan tusuk konde bergoyang-goyang.
Karakter : Lincah
Bentuk sajian : Tari berpasangan
Kelompok tari : Tari rakyat
Busana :
Wanita
Kebaya warna cerah
Kain batik/sinjang
Selendang panjang disampirkan di bahu
Rambut di-cepol di atas dengan aksesori bunga
Laki-laki
Baju kutung (tak berlengan warna cerah, dipakai di dalam)
Rompi tangan panjang warna senada/kontras, dipakai di luar tanpa kancing.
Sarung yang dipakai sebatas lutut
Iket dari kain segitiga motif batik
Ikat pinggang/beubeur
Dengan riasan kumis dan godeg (jambang)
Tari Ketuk Tilu diiringi tiga buah waditra (alat musik),yaitu kendang, gong, dan tiga buah ketuk, bisa dipadukan dengan lagu “Kangsreng”.
Kaitan dari Tari Ketuk Tilu yang dilakukan penari, ronggeng atau doger adalah gerakannya yang erotis, yakni gerakan berupa goyang pinggul, geol dan giteknya yang merangsang. Sekelumit erotisme, enjoyment serta partisipasi Tari Ketuk Tilu memiliki latar belakang sebuah budaya untuk upacara sakral.
Pada mulanya Tari Ketuk Tilu adalah tari bagi upacara penghargaan kepada dewi yang dianggap melindungi tanaman padi, yakni Dewi Sri. Tari ini dilakukan oleh dua jenis penari yang terdiri dari wanita dan pria secara berpasangan yang mengandung arti kesuburan. Nama Ketuk Tilu itu diambil dari waditra pengiringnya (alat musik) yang terdiri dari alat musik yang disebut ketuk berupa gendang kecil.
Pada setiap pertunjukkan ketuk tilu juga selalu ada ronggeng, yakni primadona yang biasanya menari dan menyanyi. Ronggeng inilah yang selalu mengekspolitasi gerak tubuh yang erotis.
2.Tari Jepen
Tari Jepen adalah kesenian rakyat Kutai yang dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu dan Islam. Kesenian ini sangat populer di kalangan rakyat yang menetap di pesisir sungai Mahakam maupun di daerah pantai.
Tarian pergaulan ini biasanya ditarikan berpasang-pasangan, tetapi dapat pula ditarikan secara tunggal. Tari Jepen ini diiringi oleh sebuah nyanyian dan irama musik khas Kutai yang disebut dengan Tingkilan. Alat musiknya terdiri dari gambus (sejenis gitar berdawai 6) dan ketipung (semacam kendang kecil).
Karena populernya kesenian ini, hampir di setiap kecamatan terdapat grup-grup Jepen sekaligus Tingkilan yang masing-masing memiliki gayanya sendiri-sendiri, sehingga tari ini berkembang pesat dengan munculnya kreasi-kreasi baru seperti Tari Jepen Tungku, Tari Jepen Gelombang, Tari Jepen 29, Tari Jepen Sidabil dan Tari Jepen Tali.
3.Tari Kanjar
Tari Kanjar adalah tarian sakral yang terdapat di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan
Tari Kanjar di Kalimantan Timur
Tari Kanjar merupakan tarian sakral suku Kutai dari  keraton  Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura, Kalimantan Timur.Tari Kanjar yang ditarikan oleh penari lelaki disebut Tari Kanjar Laki, sedangkan tari Kanjar yang dilakukan oleh penari wanita disebut Tari Kanjar Bini.
Tari Kanjar di Kalimantan Selatan
Tari Kanjar merupakan tarian ritual pada upacara religi suku (Hindu Kaharingan) dari suku Dayak Bukit. Tari Kanjar (ba-kanjar) pada suku Bukit dilakukan oleh penari lelaki, sedangkan tarian serupa jika ditarikan penari wanita disebut tari babangsai. Wujud tarian ini berupa gerakan berputar-putar mengelilingi suatu poros berupa altartempat meletakan sesaji (korban). Jadi mirip dengan tarian upacara ritual pada sukuDayak rumpun Ot Danum lainnya, misalnya pada suku Dayak Benuaq di Kalimantan Timur
Tari Serampang Duabelas
Tari Serampang Duabelas berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang muncul sejak pandangan pertama dan diakhiri dengan pernikahan yang direstui oleh kedua orang tua sang dara danteruna. Oleh karena menceritakan proses bertemunya dua hati tersebut, maka tarian ini biasanya dimainkan secara berpasangan, laki-laki dan perempuan. Serampang Duabelas tidak hanya berkembang dan dikenal oleh masyarakat di wilayah Kesultanan Serdang, tetapi juga menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, seperti Riau, Jambi, Kalimantan, Sulawesi, bahkan sampai ke Maluku. Bahkan, tarian ini sering dipentaskan di manca negara, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong 
Peralatan
Untuk menarikan Tari Serampang Duabelas, sedikitnya ada tigal hal yang harus dipersiapkan, yaitu:
Musik pendukung. Pada awal perkembangannya, musik pendukung tarian ini menggunakan peralatan musik tradisional. Namun seiring perkembangan zaman, peralatan musik yang digunakan semakin beragam.  
Pakaian penari. Biasanya, pakaian yang digunakan untuk menari Tari Serampang Duabelas adalah pakaian adat Melayu di pesisir pantai timur Pulau Sumatra. Walaupun bukan menjadi peralatan utama, keberadaan pakaian ini sangat penting. Sedikitnya ada dua alasan mengapa faktor pakaian menjadi penting, yaitu: pertama, warna-warni pakaian adat yang digunakan akan menjadikan ragam Tari Serampang Duabelas yang dimainkan semakin indah dan menarik; kedua, penggunaan pakaian adat menjadi penanda daerah asal Tari Serampang Duabelas.
Sapu tangan. Sapu tangan dalam Tari Serampang Duabelas mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai kombinasi pakaian adat, dan sebagai media tari pada gerakan penutup tarian.
Penari
Tari Serampang Duabelas dimainkan secara berpasangan oleh laki-laki dan perempun. Namun, pada awal perkembangannya, tarian ini dimainkan secara berpasangan oleh laki-laki.
4.TARI PIRING
Tari Piring merupakan tarian yang berasal dari daerah Minangkabau, Sumatra Barat. Tari Piring melambangkan rasa gembira dan syukur para petani atas hasil tanaman mereka. Pada zaman dahulu, tari Piring dibawakan pada saat panen. Namun saat ini, tari Piring biasanya dibawakan pada saat peristiwa-peristiwa penting, seperti acara pernikahan. Penari tari Piring adalah putra dan putri.Tari Piring dibawakan dalam bentuk tari berpasangan putra dan putri yang terdapat dalam sebuah kelompok.
Tari Piring menggambarkan pergaulan muda-mudi yang bercengkrama sambil bekerja di sawah. Mereka mengolah dan mempersiapkan lahan sawah, menyiangi tanaman, serta memanen. Kemudian dilanjutkan dengan memisahkan padi dari batangnya, membersihkan padi, dan menyimpan padi di lumbung (rangkiang).
Para penari bergerak sambil membawa piring di tapak tangan. Kadangkala, piring dilontarkan ke udara ataupun dihempas ke tanah dan dipijak oleh para penari. Tari Piring merupakan tarian gerak cepat. Nuansa yang ditampilkan dalam tari Piring adalah suasana gembira. Tari Piring menggunakan lagu-lagu yang diiringi musik talempong dan saluang. Tari Piring sering ditampilkan dengan berbagai variasi, baik variasi gerakan,jumlah penari, dan busana.


TARI KELOMPOK
Tari Cakalele
Cakalele adalah tarian perang tradisional Maluku  yang digunakan untuk menyambut tamu ataupun dalam perayaan adat.Biasanya, Tarian ini dibawakan oleh 30 pria dan wanita. Tarian ini dilakukan secara berpasangan dengan iringan musik drum, flute, bia (sejenis musik tiup).
Para penari pria biasanya mengenakan parang  dan salawaku (perisai) sedangkan penari wanita menggunakan lenso (sapu tangan). 
Penari pria mengenakan kostum yang didominasi warna merah dan kuning, serta memakai penutuk kepala aluminum  yang disisipi dengan bulu putih.Kostum celana merah pada penari pria melambangkan kepahlawanan, keberanian, danpatriotisme  rakyat Maluku. Pedang  atau parang pada tangan kanan penari melambangkan martabat penduduk Maluku yang harus dijaga sampai mati, sedangkan perisai  dan teriakan keras para penari melambangkan gerakan protes melawan sistem pemerintahan  yang dianggap tidak memihak pada rakyat. Sumber lain menyatakan bahwa tarian ini merupakan penghormatan atas nenek moyang bangsa Maluku yang merupakan pelaut . Sebelum mengarungi lautan untuk membajak pesawat , nenek moyang mereka mengadakan pesta dengan makan, minum, dan berdansa. Saat tari Cakalele ditampilkan, terkadang arwah  nenek moyang dapat memasuki penari dan kehadiran arwah tersebut dapat dirasakan oleh penduduk asli.

Tari Pendet
Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura, tempat ibadat umat Hindu di Bali, Indonesia. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung anasir yang sakral-religius. Pencipta/koreografer bentuk modern tari ini adalah I Wayan Rindi.
Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, dewasa maupun gadis.
Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.
Tari putri ini memiliki pola gerak yang lebih dinamis daripada Tari Rejang yang dibawakan secara berkelompok atau berpasangan. Biasanya ditampilkan setelah Tari Rejang di halaman pura dan biasanya menghadap ke arah suci (pelinggih) dengan mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan, dan perlengkapan sesajen lainnya.

Tari Saman
Tari Saman adalah salah satu tarian daerah Aceh yang paling terkenal saat ini. Tarian ini berasal dari dataran tinggi Gayo. Syair saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Aceh. Pada masa lalu, Tari Saman biasanya ditampilkan untuk merayakan peristiwa - peristiwa penting dalam adat dan masyarakat Aceh. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad. Pada kenyataannya nama “Saman” diperoleh dari salah satu ulama besar Aceh, Syech Saman.
Tari Saman biasanya ditampilkan menggunakan iringan alat musik, berupa gendang dan menggunakan suara dari para penari dan tepuk tangan mereka yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka sebagai sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah. Tarian ini dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syech. Karena keseragaman formasi dan ketepatan waktu adalah suatu keharusan dalam menampilkan tarian ini, maka para penari dituntut untuk memiliki konsentrasi yang tinggi dan latihan yang serius agar dapat tampil dengan sempurna. Tarian ini dilakukan secara berkelompok, sambil bernyanyi dengan posisi duduk berlutut dan berbanjar/bersaf tanpa menggunakan alat musik pengiring.
Karena kedinamisan geraknya, tarian ini banyak dibawak/ditarikan oleh kaum pria, tetapi perkembangan sekarang tarian ini sudah banyak ditarikan oleh penari wanita maupun campuran antara penari pria dan penari wanita. Tarian ini ditarikan kurang lebih 10 orang, dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi.

Tari Rejang
Tari Rejang adalah sebuah tarian kesenian rakyat/suku Bali yang ditampilkan secara khusus oleh perempuan dan untuk perempuan. Gerak-gerik tari ini sangat sederhana namun progresif dan lincah. Biasanya pagelaran tari Rejang diselenggarakan di pura pada waktu berlangsungnya suatu upacara adat atau upacara keagamaan Hindu Dharma.
Tarian ini dilakukan/ditarikan oleh penari-penari perempuan Bali dengan penuh rasa hidmat, penuh rasa pengabdian kepada Dewa-Dewi Hindu dan penuh penjiwaan. Para penarinya mengenakan pakaian upacara yang meriah dengan banyak dekorasi-dekorasi, menari dengan berbaris melingkari halaman pura atau pelinggih yang kadang kala dilakukan dengan berpegang-pegangan tangan.
Tari Rejang di beberapa tempat juga disebut dengan ngeremas, Simi atau sutri.
Tari Rejang adalah sebuah tarian putri yang dilakukan secara masal, gerak-gerik tarinya sangat sederhana (polos) yang biasanya ditarikan di Pura Pura pada waktu berlangsungnya suatu upacara. Tarian ini dilakukan dengan penuh rasa hidrat, penuh rasa pengabdian kepada Bhatara Bhatari. Para penarinya mengenakan pakaian upacara, menari dengan berbaris melingkari halaman Pura atau Pelinggih yang kadang kala dilakukan dengan berpegangan tangan. Tari Rejang di beberapa tempat juga disebut dengan Ngeremas atau Sutri.
          Jenis-jenis tari Rejang antara lain : Rejang Renteng, Rejang Bengkel, Rejang Ayodpadi, Rejang Galuh, Rejang Dewa dan lain-lainnya. Di desa Tenganan terdapat tari-tari Rejang Palak, Rejang Membingin yang kemudian dilanjutkan dengan Rejang Makitut dan Rejang Dewa. Tari Rejang di Tenganan diiringi dengan gambelan Selonding yang biasanya dilakukan dalam suatu upacara yang disebut Aci Kasa.

Tari Angguk
Tarian Angguk merupakan satu dari sekian banyak jenis kesenian rakyat yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kesenian angguk berbentuk tarian disertai dengan pantun-pantun rakyat yang berisi pelbagai aspek kehidupan manusia, seperti: pergaulan dalam hidup bermasyarakat, budi pekerti, nasihat-nasihat dan pendidikan. Dalam kesenian ini juga dibacakan atau dinyanyikan kalimat-kalimat yang ada dalam kitab Tlodo, yang walaupun bertuliskan huruf Arab, namun dilagukan dengan cengkok tembang Jawa. Nyanyian tersebut dinyanyikan secara bergantian antara penari dan pengiring tetabuhan. Selain itu, terdapat satu hal yang sangat menarik dalam kesenian ini, yaitu adanya pemain yang “ndadi” atau mengalami trance pada saat puncak pementasannya. Sebagian masyarakat Yogyakarta percaya bahwa penari angguk yang dapat “ndadi” ini memiliki “jimat” yang diperoleh dari juru-kunci pesarean Begelen, Purworejo.
Tarian angguk diperkirakan muncul sejak zaman Belanda1, sebagai ungkapan rasa syukur kapada Tuhan setelah panen padi. Untuk merayakannya, para muda-mudi bersukaria dengan bernyanyi, menari sambil mengangguk-anggukkan kepala. Dari sinilah kemudian melahirkan satu kesenian yang disebut sebagai “angguk”. Tari angguk biasa digelar di pendopo atau di halaman rumah pada malam hari. Para penontonnya tidak dipungut biaya karena pertunjukan kesenian angguk umumnya dibiayai oleh orang yang sedang mempunyai hajat (perkawinan, perayaan 17 Agustus-an dan lain-lain).
Jenis-jenis Angguk dan Pemain
Tarian yang disajikan dalam kesenian angguk terdiri dari dua jenis, yaitu: (1) tari ambyakan, adalah tari angguk yang dimainkan oleh banyak penari. Tarian ambyakan terdiri dari tiga macam yaitu: tari bakti, tari srokal dan tari penutup; dan (2) tari pasangan, adalah tari angguk yang dimainkan secara berpasangan. Tari pasangan ini terdiri dari delapan macam, yaitu: tari mandaroka, tari kamudaan, tari cikalo ado, tari layung-layung, tari intik-intik, tari saya-cari, tari jalan-jalan, dan tari robisari.
Pada mulanya angguk hanya dimainkan oleh kaum laki-laki saja. Namun, dalam perkembangan selanjutnya tarian ini juga dimainkan oleh kaum perempuan. Para pemain angguk ini mengenakan busana yang terdiri dari dua macam, yaitu busana yang dikenakan oleh kelompok penari dan busana yang dikenakan oleh kelompok pengiring. Busana yang dikenakan oleh kelompok penari mirip dengan busana prajurit Kompeni Belanda, yaitu: (1) baju berwarna hitam berlengan panjang yang dibagian dada dan punggunya diberi hiasan lipatan-lipatan kain kecil yang memanjang serta berkelok-kelok; (2) celana sepanjang lutut yang dihiasi pelet vertikal berwarna merah-putih di sisi luarnya; (3) topi berwarna hitam dengan pinggir topi diberi kain berwarna merah-putih dan kuning emas. Bagian depan topi ini memakai “jambul” yang terbuat dari rambut ekor kuda atau bulu-bulu; (3) selendang yang digunakan sebagai penyekat antara baju dan celana; (4) kacamata hitam; (5) kaos kaki selutut berwarna merah atau kuning; dan (6) rompi berwarna-warni. Sedangkan busana yang dikenakan oleh kelompok pengiring adalah: (1) baju biasa; (2) jas; (3) sarung; dan (4) kopiah.
Peralatan musik yang digunakan untuk mengiringi tari Angguk diantaranya adalah: (1) kendang; (2) bedug; (3) tambur; (4) kencreng; (5) rebana 2 buah; (6) terbang besar dan (6) jedor.
Nilai Budaya
Seni apa pun pada dasarnya mengandung nilai estetika, termasuk seni tari angguk.yang ada di kalangan masyarakat Yogyakarta. Namun demikian, jika dicermati secara seksama kesenian ini hanya bernilai estetis dan berfungsi sebagai hiburan semata. Akan tetapi, justuru yang menjadi rohnya adalah nilai kesyukuran. Dalam konteks ini adalah bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kemurahannya (memberi hasil panen yang melimpah).
Tari Serimpi
Serimpi sama artinya dengan bilangan empat. Kata Srimpi menurut bahasa jawa artinya "impi atau mimpi". Tarian Serimpi merupakan tarian yang berasal dari Yogyakarta. Tarian ini ditarikan oleh 4 orang putri yang diiringi oleh musik gamelan Jawa. Gerakan tangan dari sang penari yang lambat dan gemulai adalah ciri khas dari tarian Serimpi Yogyakarta. Dari ke 4 putri tersebut, masing-masing melambangkan unsur dunia, yaitu : grama (api), angin (udara), toya (air), dan bumi (tanah). Hal dimaksud melambangkan asal usul terjadinya manusia dan juga melambangkan 4 penjuru mata angin. Pada dasarnya tari Serimpi ini mengambarkan sifat baik dan sifat buruk. Manusia diajarkan untuk selalu berbuat baik sebagai bekal menghadap Sang Pencipta. Dari ke 4 putri tersebut masing-masing mempunyai nama yaitu : Batak, Gulu, Dhada dan Buncit.


Legenda Tari Serimpi muncul pertama kali di masa kejayaan Kerajaan Mataram yang diperintah oleh Sultan Agung (1613-1646). Tarian ini hanya dipentaskan dalam lingkungan kraton sebagai acara ritual kenegaraan sampai peringatan naik takhta sultan. Kerajaan Mataram terpecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kesultanan Surakarta pada tahun 1775.


Di Kesultanan Yogyakarta, tarian Serimpi digolongkan menjadi 3 yaitu Serimpi Babul Layar, Serimpi Dhempel, Serimpi Genjung. Di Kesultanan Surakarta, tarian Serimpi digolongkan menjadi 2 yaitu Serimpi Anglir Mendung dan Serimpi Bondan.


Macam-macam Tari Serimpi :

1. Tari Serimpi Cina
Salah satu jenis tari putri klasik di Istana Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ada kekhususan pada tari Serimpi cina, yaitu busana para penari menyesuaikan dengan pakaian cina.

2. Tari Serimpi Padhelori
Diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana VI dan VII. Properti yang digunakan dalam tarian ini berupa pistol dan cundrik. Membawakan cerita petikan dari Menak, ialah perang tanding Dewi Sirtu Pelaeli dan dewi Sudarawerti. Tari Serimpi Padhelori mempergunakan lagu pengiring utama Gending Pandhelori.

3. Tari Serimpi Pistol
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana VII. Kekhususan tarian ini terletak pada properti yang digunakan yaitu pistol.

4. Tari Serimpi Merak Kasimpir
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana VII. Properti yang digunakan dalam tarian ini berupa pistol dan jemparing. Gending yang dipergunakan untuk mengiringi tari Serimpi Merak Kasimpir adalah Gending Merak Kasimpir.

5. Tari Serimpi Renggawati
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana V. Penari Serimpi Renggawati berjumlah 5 orang. Membawakan cerita petikan dari Angling Darmo yang magis, dengan menggunakan tambahan properti sebatang pohon dan seekor burung mliwis putih.

6. Tari Serimpi Pramugari
Salah satu jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta, merupakan hasil ciptakan Sultan Hamengku Buwana VII. Tarian ini menggunakan properti pistol. Gending yang dipergunakan untuk mengiringi tari Serimpi Pramugrari adalah Gending Pramugrari.

7. Tari Serimpi Sangopati
Tarian ini dimainkan oleh dua orang penari wanita. Tarian srimpi sangopati karya Pakubuwono IX ini, sebenarnya merupakan tarian karya Pakubuwono IV yang memerintah Kraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1788-1820 dengan nama Srimpi Sangopati kata sangapati itu sendiri berasal dari kata sang apati, sebuah sebutan bagi calon pengganti raja. Tarian ini melambangkan bekal untuk kematian (dari arti Sangopati) diperuntukan kepada Belanda.

8. Tari Serimpi Anglirmendhung
Menurut R.T. Warsadiningrat, Anglirmedhung ini digubah oleh K.G.P.A.A.Mangkunagara I. Semula terdiri atas tujuh penari, yang kemudian dipersembahkan kepada Sinuhun Paku Buwana. Tetapi atas kehendak Sinuhun Paku Buwana IV tarian ini dirubah sedikit, menjadi Srimpi yang hanya terdiri atas empat penari saja.

9. Tari Serimpi Ludira Madu
Tari Srimpi Ludira Madu ini diciptakan oleh Paku Buwono V ketika masih menjadi putra mahkota Keraton Surakarta dengan gelar sebutan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom.Tarian ini diciptakan untuk mengenang ibunda tercinta yang masih keturunan Madura, yaitu putri Adipati Cakraningrat dari Pamekasan. Ketika sang ibu meninggal dunia, Pakubuwono V masih berusia 1 ½ tahun , dan masih bernama Gusti Raden Mas Sugandi. Jumlah penari dalam tarian ini adalah 4 orang putri. Dalam tarian ini digambarkan sosok seorang ibu yang bijaksana dan cantik seperti jelas dituliskan pada syair lagu Srimpi Ludira Madu. Nama Ludira Madu diambil dari makna Ludira Madura yang berarti "Darah/ keturunan Madura"
Tari Remo
Tari Remo berasal dari surabaya, Jawa Timur.Tarian ini pada awalnya merupakan tarian yang digunakan sebagai pengantar pertunjukan ludruk. Namun, pada perkembangannya tarian ini sering ditarikan secara terpisah sebagai sambutan atas tamu kenegaraan, ditarikan dalam upacara-upacara kenegaraan, maupun dalam festival kesenian daerah. Tarian ini sebenarnya menceritakan tentang perjuangan seorang pangeran dalam medan laga. Akan tetapi dalam perkembangannya tarian ini menjadi lebih sering ditarikan oleh perempuan, sehingga memunculkan gaya tarian yang lain: Remo Putri atau Tari Remo gaya perempuan.
Menurut sejarahnya, tari remo merupakan tari yang khusus dibawakan oleh penari laki – laki. Ini berkaitan dengan lakon yang dibawakan dalam tarian ini. Pertunjukan tari remo umumnya menampilkan kisah pangeran yang berjuang dalam sebuah medan pertempuran. Sehingga sisi kemaskulinan penari sangat dibutuhkan dalam menampilkan tarian ini.
Berdasarkan perkembangan sejarah tari remo, dulunya tari remo merupakan seni tari yang digunakan sebagai pembuka dalam pertunjukan ludruk. Namun seiring berjalannya waktu, fungsi dari tari remo pun mulai beralih dari pembuka pertunjukan ludruk, menjadi tarian penyambutan tamu, khususnya tamu – tamu kenegaraan. Selain itu tari remo juga sering ditampilkan dalam festival kesenian daerah sebagai upaya untuk melestarikan budaya Jawa Timur. Oleh karena itulah kini tari remo tidak hanya dibawakan oleh penari pria, namun juga oleh penari wanita. Sehingga kini muncul jenis tari remo putri. Dalam pertunjukan tari remo putri, umumnya para penari akan memakai kostum tari yang berbeda dengan kostum tari remo asli yang dibawakan oleh penari pria.
Tata Gerak
Karakteristika yang paling utama dari Tari Remo adalah gerakan kaki yang rancak dan dinamis. Gerakan ini didukung dengan adanya lonceng-lonceng yang dipasang di pergelangan kaki. Lonceng ini berbunyi saat penari melangkah atau menghentak di panggung. Selain itu, karakteristika yang lain yakni gerakan selendang atau sampur, gerakan anggukan dan gelengan kepala, ekspresi wajah, dan kuda-kuda penari membuat tarian ini semakin atraktif.
Tata Busana
Busana dari penari Remo ada berbagai macam gaya, di antaranya: Gaya Sawunggaling, Surabayan, Malangan, dan Jombangan. Selain itu terdapat pula busana yang khas dipakai bagi Tari Remo gaya perempuan.
Busana gaya Surabayan
Terdiri atas ikat kepala merah, baju tanpa kancing yang berwarna hitam dengan gaya kerajaan pada abad ke-18, celana sebatas pertengahan betis yang dikait dengan jarum emas, sarung batik Pesisiran yang menjuntai hingga ke lutut, setagen yang diikat di pinggang, serta keris menyelip di belakang. Penari memakai dua selendang, yang mana satu dipakai di pinggang dan yang lain disematkan di bahu, dengan masing-masing tangan penari memegang masing-masing ujung selendang. Selain itu, terdapat pula gelang kaki berupa kumpulan lonceng yang dilingkarkan di pergelangan kaki.
Busana Gaya Sawunggaling
Pada dasarnya busana yang dipakai sama dengan gaya Surabayan, namun yang membedakan yakni penggunaan kaus putih berlengan panjang sebagai ganti dari baju hitam kerajaan.
Busana Gaya Malangan
Busana gaya Malangan pada dasarnya juga sama dengan busana gaya Surabayan, namun yang membedakan yakni pada celananya yang panjang hingga menyentuh mata kaki serta tidak disemat dengan jarum.
Busana Gaya Jombangan
Busana gaya Jombangan pada dasarnya sama dengan gaya Sawunggaling, namun perbedaannya adalah penari tidak menggunakan kaus tetapi menggunakan rompi.
Busana Remo Putri
Remo Putri mempunyai busana yang berbeda dengan gaya remo yang asli. Penari memakai sanggul, memakai mekak hitam untuk menutup bagian dada, memakai rapak untuk menutup bagian pinggang sampai ke lutut, serta hanya menggunakan satu selendang saja yang disemat di bahu bahu.
Pengiring
Musik yang mengiringi Tari Remo ini adalah gamelan, yang biasanya terdiri atas bonang barung/babok, bonang penerus, saron, gambang, gender, slentem siter, seruling, kethuk, kenong, kempul, dan gong. Adapun jenis irama yang sering dibawakan untuk mengiringi Tari Remo adalah Jula-Juli dan Tropongan, namun dapat pula berupa gending Walangkekek, Gedok Rancak, Krucilan atau gending-gending kreasi baru. Dalam pertunjukan ludruk, penari biasanya menyelakan sebuah lagu di tengah-tengah tariannya.

contoh mobil-mobilan untuk coreldraw

Ini adalah mobil-mobilan yang pertama kali aku buat di coreldraw. Yahhh... Jelek sih tapi lumayan lah..

Minggu, 09 Desember 2012

BIGBANG



This is a picture of a musical group from SOUTH KOREA ie, BIGBANG. Bigbang had a very prominent characteristic. They have the appearance of a very unique and interesting. Each of their concerts, they would show their most spectacular performances.
I think Bigbang very cool. They can make people scream when they appear. Although the nature of the people said they were bad. To me it does not matter, because they will still be special.











Figure BIGBANG members with teddy bear







Selasa, 20 November 2012

The Charismatic Of Taeyang


Do you know? Taeyang BIGBANG usually looks arrogant and appeared very hyperactive when the concert on the stage appeared to have the elegance and softness. Taeyang has charisma and is very sweet when viewed. You know, that makes my heart beat is because Taeyang is so cute smile and charming!!


Cute


Calm and Charming


Peace



Cool